Dari Perbankan hingga Teknologi: Sektor Saham yang Layak Dilirik di 2026

cryptodewa.com — Tahun 2026 diprediksi menjadi fase penting bagi pasar saham Indonesia. Setelah melewati periode suku bunga tinggi dan tekanan global, arah kebijakan moneter dan fiskal mulai menunjukkan sinyal yang lebih ramah bagi investor. Di tengah kondisi ini, memilih sektor saham yang tepat menjadi kunci agar investasi tidak sekadar ikut tren, tetapi benar-benar punya potensi pertumbuhan jangka menengah hingga panjang.

Artikel ini membahas lima sektor saham yang dinilai paling potensial untuk tahun 2026, lengkap dengan alasan fundamental, dukungan kebijakan, serta gambaran emiten yang berpotensi diuntungkan.

cryptodewa.com ~ Sektor Saham


Energi Terbarukan Jadi Fondasi Pertumbuhan Jangka Panjang

Sektor energi terbarukan atau renewable energy menjadi salah satu sektor paling menarik, bukan hanya untuk 2026, tetapi juga untuk satu dekade ke depan. Dunia sedang bergerak menuju transisi energi yang lebih hijau, rendah karbon, dan berkelanjutan. Indonesia tidak terkecuali.

Selama ini, pembangkit listrik nasional masih didominasi batu bara yang memiliki emisi karbon tinggi. Namun, pemerintah mulai agresif mendorong peralihan ke energi bersih seperti panas bumi, tenaga air, dan tenaga surya. Untuk tahun 2026, pemerintah mengalokasikan anggaran sekitar Rp37,5 triliun khusus untuk investasi di sektor energi terbarukan.

Dana tersebut difokuskan pada pengembangan pembangkit listrik, percepatan proyek geothermal, hydro, dan solar, serta pemenuhan kebutuhan listrik nasional. Selain itu, pemerintah juga menghadirkan skema green financing melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) guna mempercepat pendanaan proyek-proyek ramah lingkungan.

Indonesia memiliki keunggulan geografis yang jarang dimiliki negara lain, terutama potensi panas bumi yang sangat besar karena berada di cincin api. Hal ini menjadikan geothermal sebagai salah satu sumber energi terbarukan paling menjanjikan di dalam negeri.

Jika mengacu pada RUPTL PLN 2025–2034, produksi listrik dari energi baru terbarukan diproyeksikan meningkat signifikan. Artinya, permintaan terhadap energi bersih akan terus tumbuh, dan emiten di sektor ini berpeluang mendapatkan manfaat jangka panjang.


Sektor Perbankan Diuntungkan Tren Penurunan Suku Bunga

Sektor perbankan menjadi salah satu sektor yang diprediksi tampil solid di tahun 2026. Faktor utamanya adalah tren penurunan suku bunga yang sudah berlangsung sejak 2025. Dari level sekitar 6%, suku bunga acuan turun hingga mendekati 4,75%.

Penurunan suku bunga membawa beberapa dampak positif bagi perbankan. Pertama, bank dapat menurunkan bunga tabungan dan deposito sehingga beban bunga menjadi lebih ringan. Beban bunga yang menurun secara langsung berkontribusi pada peningkatan profitabilitas.

Kedua, suku bunga kredit yang lebih rendah mendorong pertumbuhan pinjaman. Selain itu, risiko kredit macet atau non-performing loan (NPL) berpotensi menurun karena cicilan debitur menjadi lebih ringan. Dengan NPL yang lebih terkendali, bank tidak perlu membentuk cadangan kerugian kredit dalam jumlah besar, sehingga laba bersih lebih optimal.

Dari sisi kebijakan, perbankan BUMN mendapatkan suntikan dana deposito dalam jumlah besar dari pemerintah. Tambahan likuiditas ini memberi ruang bagi bank-bank pelat merah untuk menyalurkan kredit lebih agresif sekaligus menekan bunga simpanan.

Di sisi lain, tren digital banking juga terus berlanjut. Digitalisasi layanan perbankan membantu pertumbuhan dana pihak ketiga, memperluas basis nasabah, serta meningkatkan pendapatan berbasis komisi dan transaksi.

Dengan kombinasi faktor moneter, fiskal, dan digitalisasi, sektor perbankan dinilai memiliki fondasi yang kuat untuk 2026.


Properti Bangkit Seiring Suku Bunga Rendah dan Insentif Pemerintah

Sektor properti juga masuk dalam radar sektor potensial tahun 2026. Penurunan suku bunga memberikan efek langsung pada bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Ketika bunga KPR lebih rendah, cicilan menjadi lebih ringan, sehingga minat masyarakat untuk membeli rumah berpotensi meningkat.

Selain faktor moneter, sektor properti mendapat dorongan kuat dari kebijakan fiskal. Pemerintah memperpanjang insentif PPN Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) 100% untuk pembelian rumah hingga tahun 2027. Kebijakan ini membuat harga rumah menjadi lebih terjangkau bagi konsumen.

Kombinasi suku bunga rendah dan insentif pajak menciptakan iklim yang relatif kondusif bagi properti residensial. Namun tidak hanya itu, properti komersial seperti pusat perbelanjaan, hotel, dan perkantoran juga tetap menarik karena memiliki recurring income dari pendapatan sewa.

Perusahaan properti dengan arus kas sewa yang stabil cenderung lebih fleksibel, baik untuk ekspansi, pengembangan proyek baru, maupun pembagian dividen. Selain itu, suku bunga rendah juga memudahkan emiten properti memperoleh pendanaan dengan biaya yang lebih murah.

Meski begitu, sektor properti tetap sangat bergantung pada daya beli masyarakat. Oleh karena itu, kondisi ekonomi dan konsumsi domestik tetap perlu diperhatikan.


Teknologi Jadi Mesin Pertumbuhan Jangka Panjang

Sektor teknologi dipandang sebagai sektor dengan prospek pertumbuhan jangka panjang yang sangat kuat. Transformasi digital tidak lagi bersifat opsional bagi perusahaan, melainkan kebutuhan utama untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing.

Permintaan terhadap layanan cloud computing, artificial intelligence, cyber security, data center, dan integrasi sistem terus meningkat. Perusahaan menggunakan teknologi untuk mengotomatisasi proses bisnis, menekan biaya operasional, dan mempercepat distribusi produk maupun jasa.

Dengan otomatisasi dan digitalisasi, perusahaan klien dapat mengurangi ketergantungan pada tenaga kerja manual serta meningkatkan produktivitas. Hal ini membuat jasa teknologi semakin relevan dan dibutuhkan.

Selain emiten penyedia jasa teknologi dan perangkat keras, perusahaan teknologi yang sedang berada dalam fase turnaround juga menarik untuk diperhatikan. Beberapa di antaranya mulai menunjukkan perbaikan kinerja operasional, termasuk perbaikan EBITDA dan peningkatan efisiensi melalui pemanfaatan AI.

Sektor teknologi cocok bagi investor yang memiliki horizon investasi jangka panjang dan siap menghadapi volatilitas dalam jangka pendek.


Consumer dan Retail Diuntungkan Daya Beli Masyarakat

Sektor consumer dan retail berpotensi mendapat angin segar di tahun 2026 seiring kebijakan insentif PPH 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) yang diperluas ke sektor pariwisata. Insentif ini membebaskan pajak penghasilan bagi pekerja dengan gaji di bawah Rp10 juta per bulan.

Dengan pajak yang ditanggung pemerintah, pendapatan disposable masyarakat meningkat. Uang yang lebih banyak di tangan konsumen berpotensi mendorong belanja, baik untuk kebutuhan sehari-hari maupun produk non-esensial.

Tren penurunan suku bunga juga mendukung sektor ini. Bunga kartu kredit yang lebih rendah membuat masyarakat lebih berani berbelanja, terutama di sektor ritel modern.

Emitennya mencakup perusahaan ritel serta produsen consumer goods yang produknya dekat dengan konsumsi harian masyarakat. Selama daya beli terjaga, sektor ini berpotensi mencatatkan pertumbuhan pendapatan yang stabil.


Tiga Sektor Terbaik untuk 2026

Dari lima sektor saham yang dibahas, tiga sektor yang dinilai paling unggul untuk 2026 adalah:

  • Teknologi, karena prospek pertumbuhan jangka panjang dan transformasi digital yang masif

  • Perbankan, berkat suku bunga rendah, likuiditas besar, dan digitalisasi

  • Energi Terbarukan, sebagai sektor masa depan dengan dukungan kebijakan kuat

Ketiganya memiliki katalis yang relatif jelas dan berpotensi memberikan pertumbuhan berkelanjutan.


Penutup

Tahun 2026 menawarkan peluang menarik bagi investor yang mampu membaca arah kebijakan dan tren jangka panjang. Energi terbarukan, perbankan, properti, teknologi, serta consumer dan retail menjadi sektor yang patut dipertimbangkan sesuai dengan profil risiko dan horizon investasi masing-masing.

Penting untuk diingat, analisis sektor bukanlah ajakan membeli atau menjual saham tertentu. Setiap keputusan investasi tetap perlu disertai riset mandiri dan manajemen risiko yang matang.