Trump dan Tarif: Strategi Baru Bikin Amerika Hebat Lagi

Cryptodewa.com – Kebijakan ekonomi Amerika Serikat kembali bikin heboh. Kali ini, mantan Presiden Donald Trump meluncurkan jurus lama tapi ampuh—tarif. Tidak tanggung-tanggung, semua produk dari semua negara terkena tarif, termasuk dari Jepang, Korea, Taiwan, Vietnam, bahkan Indonesia. Kebijakan ini kembali memunculkan wacana lama: benarkah model ekonomi berbasis tarif bisa bikin Amerika kembali berjaya?

Tarif Berdasarkan Defisit Dagang

Uniknya, tarif ini tidak diberlakukan secara sembarangan. Amerika menentukan besaran tarif berdasarkan defisit neraca perdagangan. Misalnya, Indonesia mengekspor barang senilai $28 miliar ke AS, dengan defisit $17,9 miliar. Nah, angka defisit ini dibagi dengan nilai ekspor, menghasilkan 64%. Dari situ, tarif yang dikenakan adalah 50% dari 64%, yaitu 32%.

Begitu juga dengan Vietnam. Ekspor ke AS senilai $136 miliar dengan defisit $123,5 miliar menghasilkan tarif 46%. Angka-angka ini menunjukkan bahwa tarif benar-benar dijadikan alat untuk ‘menghukum’ negara yang dianggap ‘menguras’ kekayaan Amerika.

Akhir dari Era Perdagangan Bebas?

Kebijakan ini secara tidak langsung menandai akhir dari era free trade yang dimulai sejak 1947. Setelah tarif diumumkan, indeks saham S&P 500 langsung anjlok tajam—terburuk dalam empat tahun terakhir. Dunia finansial pun mulai berspekulasi, apa langkah selanjutnya dari Trump?

Di tengah kekhawatiran ini, platform belajarbitcoin.com justru meluncurkan modul Magic Lines, alat bantu analisis pasar Bitcoin yang mengklaim mampu memetakan berbagai fase market, dari bear market sampai bull run.

Amerika dan Sejarah Tarif

Tahukah kamu? Sebelum 1913, Amerika Serikat justru kaya karena tarif. Saat itu, belum ada pajak penghasilan. Sumber pemasukan negara sepenuhnya dari bea masuk barang impor. Jadi, setiap barang masuk pelabuhan, negara langsung dapat uang. Bahkan pendiri Amerika seperti Washington, Hamilton, dan Lincoln mendukung sistem ini.

Sayangnya, sejak 1913, pajak penghasilan mulai dikenalkan. Ideologi perdagangan bebas pun mulai diadopsi, terutama pasca-Perang Dunia II. Amerika ingin menjual produknya ke dunia, dan tarif digunakan sebagai alat tawar-menawar. Namun kini, Trump menganggap model ini sudah usang dan malah merugikan.

Trump: Kembalikan Tarif, Kurangi Pajak

Trump melihat sistem perpajakan saat ini justru melemahkan ekonomi Amerika. Ia menilai negara menjadi terlalu bergantung pada pajak dan menciptakan defisit terus-menerus. Maka dari itu, dia mengusung model baru (atau lama)—tarif sebagai pengganti pajak.

Langkah strategis yang ia tempuh mencakup:

  1. Tarif untuk semua negara – Menarik kembali model pendapatan berbasis bea masuk.

  2. Pemangkasan pajak korporat dan individu – Agar industri kembali ke Amerika.

  3. Penghematan anggaran negara melalui audit besar-besaran – Fokus pada lembaga boros.

  4. Penurunan suku bunga – Untuk mendorong pertumbuhan industri lokal.

  5. Melemahkan negara lain lewat game theory – Menutup celah rerouting dan HS Code manipulatif.

Ancaman: Currency War dan Strategi Bertahan

Salah satu cara negara-negara untuk menghindari efek tarif adalah dengan mendevaluasi mata uangnya. Tujuannya agar harga barang mereka tetap kompetitif di pasar Amerika. Tapi jika semua negara melakukan ini, yang terjadi adalah currency war—perang mata uang yang justru bisa menjerumuskan dunia ke jurang kekacauan ekonomi global.

Trump tahu betul tentang potensi perang ini. Bahkan hal ini pernah disimulasikan oleh Departemen Pertahanan AS dan disinggung dalam buku Currency Wars karya James Rickards. Intinya? Di perang mata uang, tidak ada yang benar-benar menang.

Baca Juga :

Solusi: Bitcoin dan Emas sebagai Benteng

Di tengah ketidakpastian global, solusi terbaik bukan cuma investasi, tapi juga hedging. Dua alat lindung nilai yang disorot adalah:

  • Emas: Simbol kekayaan dan store of value selama ribuan tahun.

  • Bitcoin: “Emas digital” yang menawarkan utilitas seperti portabilitas, akses global, dan perlindungan terhadap kebijakan pemerintah yang korup atau manipulatif.

Bitcoin kini dilihat sebagai hak asasi digital. Ia tak bisa disensor, tak butuh izin, dan buka 24 jam. Ketika sistem keuangan konvensional kolaps, Bitcoin adalah “skoci penyelamat” yang hanya dipakai oleh mereka yang sudah paham dan siap.

Persiapan Menuju Dunia Baru

Dengan tren global yang terus berubah, mulai dari tarif, pajak, hingga sistem keuangan digital, satu hal yang pasti: ketidakpastian akan terus menghantui. Saatnya kita melek finansial dan mempersiapkan strategi yang solid, bukan hanya untuk bertahan, tapi juga untuk menang.

Bitcoin, emas, dan pemahaman mendalam soal geopolitik serta kebijakan moneter—semuanya akan jadi kunci utama di era ekonomi baru yang sedang terbentuk.